Dampak Positif dan Negatif pada Teknologi
Peristiwa Besar Berdampak
Negatif pada Teknologi yang Berpengaruh Terhadap Masyarakat Dunia
1.
Malware Serang Negara-Negara di Dunia, Sejumlah Kegiatan Lumpuh
Serangan siber melanda organisasi di
seluruh dunia, termasuk Dinas Kesehatan Nasional (NHS) Inggris. Menurut badan
penegak hukum Eropa, Europol, peristiwa ini belum pernah terjadi
sebelumnya.
Europol juga memperingatkan diperlukan
penyelidikan internasional yang rumit untuk mengidentifikasi penyebab hal
tersebut.
Serangan tersebut berupa enksripsi data
pada setidaknya 75.000 komputer di 99 negara oleh Ransomware pada 12 Mei lalu.
Malware tersebut -- perangkat lunak berbahaya yang dirancang untuk merusak atau
melakukan tindakan yang tidak diinginkan terhadap sistem komputer -- meminta
uang tebusan agar komputer yang telah diserang dapat pulih kembali.
Negara-negara Eropa, termasuk Rusia,
merupakan yang paling parah terkena serangan malware. Meski penyebaran
malware telah melambat, ancamannya belum berakhir.
Dikutip dari BBC, Minggu
(14/5/2017), Europol mengatakan bahwa tim kejahatan sibernya, EC3, bekerja
sama dengan negara-negara yang terkena dampak untuk 'mengurangi ancaman dan
membantu korban'.
Di Inggris, sekitar 48 perserikatan
Kesehatan Nasional menjadi korban serangan tersebut. Serangan itu membuat rumah
sakit dan dokter tak dapat mengakses data pasien dan memicu ditundanya operasi
dan konsultasi medis.
Beberapa laporan mengatakan, Rusia menjadi
korban yang paling banyak diserang oleh malware. Sejumlah bank, kereta api, dan
jaringan telepon genggam turut menjadi korban.
Kementerian Dalam Negeri Rusia mengatakan,
sebanyak 1.000 komputernya telah terinfeksi malware. Namun mereka mengklaim
dapat menanganinya dengan cepat sehingga tidak ada data sensitif yang
disusupi.
Di Jerman, operator kereta api
mengatakan bahwa papan elektronik mereka terganggu. Sementara itu produsen
mobil Prancis Renault terpaksa menghentikan sejumlah produksinya.
Target lainnya adalah sejumlah perusahaan
besar Spanyol seperti Telefonica, Iberdrola, dan Gas Natural. Telecom di
Portugal, laboratorium komputer di sebuah universitas di Italia, dan pemerintah
lokal di Swedia juga turut menjadi korban.
Sementara itu du AS, malware itu
menyerang perusahaan pengiriman Fed Ex. Sejumlah sekolah di China, serta
beberapa rumah sakit di Indonesia dan Korea Selatan turut menjadi target.
Terjadinya Serangan Malware
Malware tersebar dengan cepat pada 12 Mei
2017 lalu. Pegawai kesehatan di Inggris melaporkan bahwa dirinya melihat
sejumlah komputer mati satu per satu. Pegawai NHS membagikan screenshot program
WannaCry, yang meminta bayaran sebesar US$ 300 atau sekitar Rp 3,9 juta untuk
memulihkan kembali komputer.
Infeksi tersebut tampaknya dikerahkan
melalui worm -- sebuah program yang menyebar dengan sendirinya di antara
komputer. Saat WannaCry berada di dalam sebuah organisasi, ia akan memburu
mesin yang rentan dan menginfeksi mereka pula.
Hingga kini belum diketahui siapa pihak
yang ada di balik serangan itu. Namun alat yang digunakan untuk menyerang,
diyakini telah dikembangkan Badan Keamanan Nasional AS (NSA) untuk
mengeksploitasi kelemahan yang ditemukan di sistem Microsoft Windows.
Alat yang dikenal dengan nama
EternalBlue itu dicuri oleh kelompok peretas yang diketahui
sebagai The Shadwow Brokers. Mereka membuat alat tersebut dapat diakses
dengan cuma-cuma dan mengatakan bahwa itu merupakan bentuk protes terhadap
Presiden AS Donald Trump.
Angka infeksi kian melambat setelah
'saklar pembunuh' yang diduga tidak sengaja dipicu oleh peneliti keamanan siber
berbasis Inggris yang mencuit dengan nama @MalwareTechBlog.
Namun dalam sebuah wawancara dengan BBC, ia
memperingatkan bahwa itu hanyalah perbaikan sementara. "Sangat penting
agar orang-orang menambal sistem merek sekarang, karena akan ada satu lagi yang
akan datang dan itu tak akan terhenti oleh kita," ujar dia.
2.
Kena cyberbullying, gadis ini tembak
dirinya sendiri di depan keluarga
Brandy sempat mengirim pesan untuk keluarganya sebelum bunuh diri.
Gadis 18 tahun asal Texas, Amerika Serikat,
Kamis (1/12) lalu dilaporkan bunuh diri
dengan menembakkan peluru di
dadanya di hadapan keluarganya. Seperti dilansir dari Cosmopolitan, Minggu
(4/12), gadis yang bernama lengkap Brandy Vela ini bunuh diri karena ia menjadi
target dari cyberbullying.
Dikutip dari People, Brandy Vela
sempat mengirimkan pesan ke keluarganya pada Kamis lalu. "Aku menyayangi kalian semuanya dan ingatlah
kalian akan hal itu, maafkan aku atas semua salahku selama ini," begitu bunyi
pesannya. Hal ini membuat saudarinya, Jacqueline Vela segera mengecek adiknya.
Jacqueline pun mendengar suara
menangis dan ia ke kamar sang adik. "Aku melihat dia (Brandy) bersandar di
dinding dengan membawa pistol yang mengarah ke dadanya sambil menangis, aku
sudah mencegahnya, 'Brandy please don't, Brandy no,”
"Kemudian aku lari ke kamar
orangtuaku meminta tolong dan semua sudah terlambat menghentikan Brandy ketika
kami sudah mendengar suara tembakan," ungkap Jacqueline.
Mereka sekeluarga segera menelpon
polisi namun Brandy sudah tak terselamatkan nyawanya.
Menurut keluarga Brandy, kematian
putrinya tersebut adalah karena cyberbullying yang sudah sangat keterlaluan.
Dalam sebuah interview dengan CNN, Jacqueline mengatakan bahwa beberapa orang
membuat akun palsu atas nama adiknya.
"Mereka bikin akun palsu
atas nama Brandy di online dating, menaruh nomer handphonenya sehingga
orang-orang pun menelpon adikku dan mengatai dia gendut, jelek dan lain
sebagainya,"
Ayah Brandy pun menambahkan bahwa
Brandy sudah lama mengalami hal ini. "Kami sudah berkali-kali mengganti
nomer handphonenya dan juga melaporkan kasus ini ke polisi, namun hal ini tidak
pernah berhenti,"
Sampai saat ini Kepolisian Texas masih menginvestigasi apakah kasus ini benar-benar ada hubungannya dengan cyberbullying atau tidak
Sumber Berita :
Komentar
Posting Komentar